Artikel "1 CM"
Tampilkan postingan dengan label 1 CM. Tampilkan semua postingan

Pungutan Tiket Nonton Film 1 CM di Tapanuli Utara Tuai Polemik, Dinas Pendidikan Akan Evaluasi


TAPANULI UTARA, INDONESIA — Program nonton bareng (nobar) film bertajuk "1 CM" yang ditujukan untuk siswa-siswi di Kabupaten Tapanuli Utara (Taput) menuai polemik di masyarakat. Pasalnya, setiap siswa diharuskan membayar tiket sebesar Rp20.000.

Polemik ini berkembang pesat di media sosial, di mana netizen terbagi menjadi dua kubu: ada yang mendukung acara ini, namun tak sedikit pula yang mengkritik dan menilainya sebagai pungutan liar (pungli) yang membebani orang tua siswa. Isu tentang legalitas pemutaran film ini juga dipertanyakan oleh warga.

Kepala Dinas Pendidikan Taput, Bottor Hutasoit, menanggapi polemik tersebut dengan menyatakan bahwa pihaknya tidak menutup kemungkinan akan melakukan evaluasi.

"Melihat dan memantau perkembangan saat ini, bisa saja akan kita evaluasi apakah layak dilanjutkan atau bagaimana. Sebentar lagi kami akan rapat membahas hal itu," kata Bottor, Senin (15/9/2025).

Bottor menjelaskan bahwa acara nobar ini adalah bentuk kerja sama antara pihak swasta dengan para kepala sekolah SD dan SMP. Menurutnya, Dinas Pendidikan tidak memiliki kapasitas untuk menyetujui atau melarang acara tersebut. Ia juga menekankan bahwa tidak ada unsur paksaan bagi siswa untuk mengikuti kegiatan ini.

Berdasarkan informasi di lapangan, acara nobar ini telah terlaksana di beberapa sekolah, dan sejumlah sekolah lainnya juga telah menerima tiket untuk didistribusikan kepada siswa. Beberapa kepala sekolah yang meminta identitasnya dirahasiakan mengaku bahwa mereka mengetahui rencana nobar ini dari rapat Kelompok Kerja Kepala Sekolah (KKKS) di wilayah masing-masing.

Mereka menjelaskan bahwa pihak penyelenggara memaparkan rencana tersebut saat rapat, meskipun para kepala sekolah sendiri mengaku kurang memahami konten film "1 CM" tersebut. Mereka juga membenarkan bahwa tiket telah mereka terima sesuai dengan jumlah siswa di sekolah masing-masing.

Meskipun demikian, para kepala sekolah juga menegaskan bahwa partisipasi siswa bersifat sukarela dan tidak ada paksaan.